Ads: 300x250

Senin, 05 November 2007

Lamunan Tengah Malam

Biarkan Aku sendiri

Petapa mencintai kesunyian

Biarkan angin dingin bertiup di tempat terbuka ini

Biarkan ia menyapa pori-poriku dan

sampaikan kabar cinta dari seberang lautan

Lagu-lagu Minang mengalun dari kamar tetangga

mengingatkanku pada

bau asap,

keringat, peluh-peluh cinta,

bau terminal,

bau kehidupan

Seekor tikus melintas, takut-takut melihatiku

taken easy sobat, Aku tak akan membunuhmu

bukankah kita sesama makhluk Tuhan?

sesama proletar malah.

Dini hari kembali

untuk kesekian kali

Menyapa jiwa

ketika semua mata terpejam

ruh-ruh sejenak mati

mimpi, khayalan yang tak terwujudkan, mengunjungi

(biarlah walau hanya mimpi, rahmat Tuhan juga bersamanya)

Bulan tetap indah, walau tak lagi bulat

di pertiga terakhir Ramadhan

berdzikir dalam cahayanya.

kau, kekasih jiwaku.

Sudahkah juga kau terlelap?

Ataukah kita sedang menatapi rembulan yang sama

dan memeluk angin dingin yang sama

dan menatapi keheningan yang mendekap jiwa?

Bangunlah,

buang selimutmu, pisahkan raga dari ranjang hangatmu

sudahi mimpi indahmu karena

hening malam ini lebih indah dari mimpi apapun

mari berdzikir bersama

mengagungkan nama-nama Tuhan yang tlah ciptakan semesta

memohonkan doa-doa, mengetuk pintu-pintu Sidratul Muntaha


Kekasih jiwaku,

cintaku pada dunia adalah padamu

kurindu kau seperti kurindukan kematianku

Adakah kau rasa yang serupa?

Ataukah takdir-Nya akan mengubur anganku

jauh

di dada semesta?

Darahku tersirap,

ini bukan dingin yang biasa

Bukan…ini bukan Lail Al-Qadr

Pendosa sepertiku jelas bukan manusia terpilih

Sahur…..sahur…..sahur…..

suara-suara cempreng memecahkan kesunyian

0 komentar: