Biarkan Aku sendiri Petapa mencintai kesunyian Biarkan angin dingin bertiup di tempat terbuka ini Biarkan ia menyapa pori-poriku dan sampaikan kabar cinta dari seberang lautan
Lagu-lagu Minang mengalun dari kamar tetangga mengingatkanku pada bau asap, keringat, peluh-peluh cinta, bau terminal, bau kehidupan
Seekor tikus melintas, takut-takut melihatiku taken easy sobat, Aku tak akan membunuhmu bukankah kita sesama makhluk Tuhan? sesama proletar malah.
Dini hari kembali untuk kesekian kali Menyapa jiwa ketika semua mata terpejam ruh-ruh sejenak mati mimpi, khayalan yang tak terwujudkan, mengunjungi (biarlah walau hanya mimpi, rahmat Tuhan juga bersamanya)
Bulan tetap indah, walau tak lagi bulat di pertiga terakhir Ramadhan berdzikir dalam cahayanya. kau, kekasih jiwaku. Sudahkah juga kau terlelap? Ataukah kita sedang menatapi rembulan yang sama dan memeluk angin dingin yang sama dan menatapi keheningan yang mendekap jiwa?
Bangunlah, buang selimutmu, pisahkan raga dari ranjang hangatmu sudahi mimpi indahmu karena hening malam ini lebih indah dari mimpi apapun mari berdzikir bersama mengagungkan nama-nama Tuhan yang tlah ciptakan semesta memohonkan doa-doa, mengetuk pintu-pintu Sidratul Muntaha |
|
Kekasih jiwaku, cintaku pada dunia adalah padamu kurindu kau seperti kurindukan kematianku Adakah kau rasa yang serupa? Ataukah takdir-Nya akan mengubur anganku jauh di dada semesta?
Darahku tersirap, ini bukan dingin yang biasa Bukan…ini bukan Lail Al-Qadr Pendosa sepertiku jelas bukan manusia terpilih
Sahur…..sahur…..sahur….. suara-suara cempreng memecahkan kesunyian
|
0 komentar:
Posting Komentar